Selamat datang di blog kami, semoga bermanfaat***Alloh berfirman :‎"Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu sedang kamu mengetahuinya" (Al-Baqarah: 42)***

Senin, 03 Oktober 2011

Jika Rokok Haram, Siapa Yang Akan Hidupi Petani?


rokok_haramAlhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Dalam posting sebelumnya, telah dibahas mengenai “Perdagangan yang Membawa Mudhorot”. Dalam bahasan tersebut telah penulis singgung mengenai haramnya rokok dan hukum jual beli rokok. Sebagian orang awam lantas asal ceplas-ceplos, “Jika rokok haram, lantas siapa yang akan hidupi para petani? Lantas siapa yang akan beri makan pada para pekerja di pabrik rokok?” Jawaban semacam inilah yang muncul dari orang awam yang belum kenal Islam lebih dalam.

Perniagaan Yang Memberi Mudhorot

Asal setiap bentuk perniagaan adalah halal. Namun hukum asal tersebut bisa berubah menjadi terlarang atau haram jika membawa dampak buruk bagi sekitar atau masyarakat. Oleh karena itu dalam Islam ditunjukkan beberapa bentuk perniagaan yang mesti dijauhi karena alasan tersebut.
Islam Melarang Memberi Mudhorot
Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لا ضَرَرَ ولا ضِرارَ
"Tidak boleh memulai memberi dampak buruk (mudhorot) pada orang lain, begitu pula membalasnya." (HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3/77, Al Baihaqi 6/69, Al Hakim 2/66. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih). Dalam hadits ini dengan jelas terlarang memberi mudhorot pada orang lain. Termasuk dalam larangan di atas adalah segala jual beli yang bisa menimbulkan mudhorot, seperti jual beli barang haram dan segala barang yang membawa dampak buruk pada individu maupun masyarakat. Dalam tulisan di bawah ini akan kami sebutkan beberapa contoh jual beli yang terlarang karena memberikan mudhorot.
Menjual Rokok
Rokok sudah teramat jelas dampak bahayanya. Bukan bau mulut yang tidak enak saja yang ditimbulkan, namun rokok bisa menimbulkan bahaya lebih besar pada kesehatan si perokok dan pada orang sekitar. Ini semua telah disepakati oleh ahli kesehatan atau para dokter. Jika demikian halnya, maka hukum rokok tercakup dalam ayat yang melarang kita mencelakakan diri kita sendiri. Allah Ta'ala berfirman,
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
"Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan". (QS. Al Baqarah: 195). Karena merokok dapat menjerumuskan dalam kebinasaan, yaitu merusak seluruh sistem tubuh (menimbulkan penyakit kanker, penyakit pernafasan, penyakit jantung, penyakit pencernaan, berefek buruk bagi janin, dan merusak sistem reproduksi), dari alasan ini sangat jelas rokok terlarang atau haram. Jika rokok itu haram, maka jual belinya pun haram. Ibnu 'Abbas berkata bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ أَكْلَ شَىْءٍ حَرَّمَ ثَمَنَهُ
"Jika Allah 'azza wa jalla mengharamkan untuk mengkonsumsi sesuatu, maka Allah haramkan pula upah (hasil penjualannya)." (HR. Ahmad 1/293, sanadnya shahih kata Syaikh Syu'aib Al Arnauth). Jika jual beli rokok terlarang, begitu pula jual beli bahan bakunya yaitu tembakau juga ikut terlarang. Karena jual beli tembakau yang nanti akan diproduksi untuk membuat rokok, termasuk dalam tolong menolong dalam berbuat dosa. Allah Ta'ala berfirman,
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
"Jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al Maidah: 2)

Sabtu, 01 Oktober 2011

Pentingnya Bahasa Arab Dalam Memahami Syariat

Abu Ashim Muhtar Arifin
Ilmu syariat ini memiliki banyak cabang dan bagian di mana semuanya memiliki hubungan erat dengan  bahasa Arab. Dengan demikian, ia adalah bagian yang tidak dapat dilepaskan dari agama ini.
bahasa-arabBerikut ini adalah sebuah pembahasan ringkat namun –insya Alloh- komprehensif tentang keeratan hubungan tersebut, ditinjau dari segi aqidah, al-Qur’an, as-Sunnah, fiqih, ushul, dan penjagaan dari bid’ah. Semoga uraian sederhana ini dapat bermanfaat dan diberkahi oleh Alloh Ta’ala[1].

Bahasa Arab dan Aqidah Islamiyyah

Aqidah Islamiyyah sangat berhubungan erat dengan bahasa Arab. Hal itu dapat terlihat dari beberapa perkara berikut ini.
1. Sumber utama masalah aqidah berbahasa Arab
Aqidah yang benar besumber hanyalah kepada Al-Qur’an dan al-Hadits, sedangkan keduanya menggunakan bahasa Arab. Oleh karena itu, memahami bahasa Arab adalah termasuk perkara yang dapat memudahkan dalam mempelajari dan memahami kitab-kitab aqidah agar tidak menyimpang dari makna yang ada dalam al-Qur’an dan al-Hadits.

Minggu, 25 September 2011

Hukum Memakai Cadar Dalam Pandangan Imam Empat Madzhab

Wanita bercadar seringkali diidentikkan dengan orang arab atau timur-tengah. Padahal memakai cadar atau menutup wajah bagi wanita adalah ajaran Islam yang didasari dalil-dalil Al Qur’an, hadits-hadits shahih serta penerapan para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam serta para ulama yang mengikuti mereka. Sehingga tidak benar anggapan bahwa hal tersebut merupakan sekedar budaya timur-tengah.
Berikut ini sengaja kami bawakan pendapat-pendapat para ulama madzhab, tanpa menyebutkan pendalilan mereka, untuk membuktikan bahwa pembahasan ini tertera dan dibahas secara gamblang dalam kitab-kitab fiqih 4 madzhab. Lebih lagi, ulama 4 madzhab semuanya menganjurkan wanita muslimah untuk memakai cadar, bahkan sebagiannya sampai kepada anjuran wajib. Beberapa penukilan yang disebutkan di sini hanya secuil saja, karena masih banyak lagi penjelasan-penjelasan serupa dari para ulama madzhab.

Bantahan Untuk Setan Berwujud Manusia Yang Membolehkan Liwath/Homoseks

Sungguh sangat mengkhawatirkan ketika perbuatan maksiat tersebar di negeri ini, apalagi sebuah dosa besar yang bernama liwath (homoseks). Maka bisa hancur negeri ini. Hal ini diperparah dengan adanya orang-orang (baca: syaithan dari jenis manusia) yang notabene berlatar belakang mempunyai pendidikan Islam…!!! (iya… tapi belajar dari orang-orang sesat seperti di kampus IAIN atau belajar di Amerika) yang membolehkannya. Maka penjelasan di bawah ini diantara beberapa bahaya perbuatan liwath (homoseks) yang sudah seharusnya seorang muslim berhati-hati terhadap dosa besar ini.
Pertama : Liwath (homoseks) adalah sebuah dosa yang belum pernah dilakukan oleh sebuah kaum sebelum kaum Nabi Luth. Dan Allah subhanahu wa ta’ala menimpakan adzab kepada mereka dengan adzab yang belum pernah diturunkan kepada siapapun karena sangat jeleknya perbuatan mereka dan sangat berbahayanya perbuatan tersebut.
Allah ta’aala berfirman :

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ

“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: ‘Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu? Sesungguhnya kamu melampiaskan syahwatmu kepada sesama laki-laki, bukan kepada wanita, kamu benar-benar kaum yang melampaui batas.’” (Al A’raaf : 80-81)

Sampai-sampai seorang khalifah Bani Ummayyah yang membangun Masjid Jami’ Damaskus mengatakan: “Jika seandainya Allah tidak menceritakan kepada kita tentang perbuatan yang dilakukan kaum Nabi Luth, aku tidak menyangka ada seorang laki-laki yang melampiaskan hawa nafsunya (berhubungan badan) kepada laki-laki lain.”(Tafsir Ibnu Katsir: 3/488, cet. Daarul hadits)
Lalu bagaimana sekiranya jika seorang khalifah Bani Ummayah tersebut mengetahui bahwa ada pada zaman ini orang yang membolehkan liwath (homoseks)…!!! Seperti syaithan laki-laki yang bernama Drs. Imam Nakhai (dosen Institute Agama Islam Ibrahimi/IAII) Situbondo, atau M. Khadafi (dosen sosiologi IAIN Sunan Ampel) dua orang ini menjadi pembicara di sebuah seminar yang bertema “Nikah Yes Gay Yes”. Atau seorang syaithan wanita yang bernama Prof. Dr. Siti Musdah Mulia yang membolehkan homoseks .

Kamis, 22 September 2011

Kaidah-Kaidah Dasar Yang Wajib Diperhatikan Dalam Memahami Tauhid Asma' Was Shifat

Pertama-tama perlu diketahui bahwa ahlus sunnah wal jama’ah salafush shalih rahimahumullah adalah generasi yang menerima seluruh apa yang datang berupa dalil yang shohih dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, mereka adalah orang-orang yang mengilmui dan meyakini serta mengamalkan ilmunya. Mereka berjalan diatas jalan kitabullah dan sunnah yang shohih tanpa membeda-bedakan antara hadits yang mutawatir maupun hadits ahad, menerima setiap dalil yang jelas keshohihannya, maka sepatutnyalah untuk menempuh jalan mereka.

Kitab-kitab salafush shalih dari dulu hingga sekarang, terkumpul padanya prinsip-prinsip seperti disebutkan diatas, dan tidaklah tersembunyi yang demikian itu bagi setiap orang yang membacanya, maka setiap apa yang diatas prinsip tersebut kita pegang erat, dan apa yang menyelisihinya kita tolak.

Adapun prinsip orang-orang belakangan yang tidak menempuh jalan mereka (salafush shalih) dari kalangan ahli bid’ah dan ahli hawa, tempat rujukan mereka dalam berhukum adalah akal. Maka setiap apa yang mencocoki akal mereka terima. Pertama-tama mereka menyandarkan pada akal, maka apabila akal tersebut mencocoki syariat, menjadi senanglah mereka, namun setiap perkara yang menyelisihi akal-akal mereka adakalanya mereka tolak adakalanya mereka palingkan maknanya dari makna aslinya, walupun hal yang menyelisihi akal mereka tersebut mencocoki syariat.

Maka sandaran mereka adalah akal. Misal yang demikian itu kita sebutkan dua permisalahan dari sebagian sejarah mereka. Agar pembaca mengetahui kebenaran apa yang telah kami sebutkan diatas:

Rabu, 21 September 2011

Peringatan Tentang Hari Penyesalan

Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (QS. Maryam: 39)
maryam-39Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam kepada Rasulullah sholallohu'alaihi wasallam, dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah, Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya. Wa Ba’du:
Kita akan merenungi sebuah ayat dari firman Allah di dalam kitab -Nya. Allah Subhanahuwata’ala berfirman:
وَأَنذِرۡهُمۡ يَوۡمَ ٱلۡحَسۡرَةِ إِذۡ قُضِىَ ٱلۡأَمۡرُ وَهُمۡ فِى غَفۡلَةٍ۬ وَهُمۡ لَا يُؤۡمِنُونَ
Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman. (QS. Maryam: 39)

Jumat, 16 September 2011

Hukum Memakai Sepatu Sambil Berdiri

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Bagaimanakah hukum memakai sepatu sambil berdiri? Berikut adalah penjelasan dari para ulama mengenai hal ini.
Sebenarnya tidak mengapa mengenakan sepatu sambil berdiri. Namun mengenakannya dalam keadaan seperti itu butuh dengan pertolongan tangan atau amat sulit sekali jika mengenakannya sambil berdiri. Jadi lebih afdhol mengenakan sepatu tersebut sambil duduk, cara inilah yang lebih baik. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَنْتَعِلَ الرَّجُلُ وَهُوَ قَائِمٌ
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang seseorang mengenakan alas kaki (sepatu) sambil bediri." (HR. Tirmidzi no. 1697, Abu Daud no. 3606 dari Jabir. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shahihah 719)

Minggu, 21 Agustus 2011

Tuntunan Zakat Fithri

Islam adalah agama agung yang telah diridhai oleh Allah Azza wa Jalla untuk manusia. Dengan rahmatNya, Allah telah menetapkan dua hari raya bagi umat ini setiap tahunnya. Dua hari raya tersebut mengiringi dua rukun Islam yang besar. ‘Idul Adh-ha mengiringi ibadah haji, dan ‘Idul Fithri mengiringi ibadah puasa Ramadhan.

Karena di dalam melakukan ibadah puasa, seorang muslim sering melakukan perkara yang dapat mengurangi nilai puasa, maka dengan hikmahNya, Allah Azza wa Jalla mensyari’atkan zakat fithri untuk lebih menyempurnakan puasanya. Oleh karena itulah, sangat penting bagi kita untuk memahami hukum-hukum yang berkaitan dengan zakat fithri. Semoga pembahasan ringkas ini dapat menjadi sumbangan bagi kaum muslimin dalam menjalankan ibadah ini.

MAKNA ZAKAT FITHRI
Banyak orang menyebutnya dengan zakat fithrah. Yang benar adalah zakat fithri atau shadaqah fithri, sebagaimana disebutkan di dalam hadits-hadits. Makna zakat fithri atau shadaqah fithri adalah shadaqah yang wajib ditunaikan dengan sebab fithri (berbuka) dari puasa Ramadhan.[1]

Jumat, 19 Agustus 2011

Kesalahan Seputar Lailatul Qadar

Berikut ini, kami ketengahkan sebuah karya tulis perihal beberapa kesalahan yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin berkaitan dengan Lailatul Qadar. Makalah yang ditulis oleh Syaikh Masyhur bin Hasan, kami terjemahkan dari Al-Ashalah, Edisi 3/15 Sya’ban 1413 H halaman 76-78. Semoga bermanfaat dan sebagai peringatan bagi kami serta segenap kaum muslimin.

Kesalahan-kesalahan dan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa kaum muslimin dalam masalah puasa dan shalat tarawih sangat banyak; baik dalam masalah keyakinan, hukum atau perbuatan. Sebagian mengira, bahkan meyakini beberapa masalah yang bukan dari Islam, sebagai rukun Islam. Mereka mengambil sesuatu yang rendah (dalam urusan puasa dan lainnya), sebagai pengganti yang lebih baik, karena mengikuti orang-orang Yahudi. Padahal Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang menyerupai mereka. Bahkan beliau menekankan serta menegaskan, agar (kaum Muslimin) menyelisihi mereka.
Diantara kesalahan ini, ada yang khusus berkaitan dengan lailatul qadar. Kesalahan ini kami bagi menjadi dua bagian.

Menanti Malam 1000 Bulan

Mengenai pengertian lailatul qadar, para ulama ada beberapa versi pendapat. Ada yang mengatakan bahwa malam lailatul qadr adalah malam kemuliaan. Ada pula yang mengatakan bahwa lailatul qadar adalah malam yang penuh sesak karena ketika itu banyak malaikat turun ke dunia. Ada pula yang mengatakan bahwa malam tersebut adalah malam penetapan takdir. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa lailatul qadar dinamakan demikian karena pada malam tersebut turun kitab yang mulia, turun rahmat dan turun malaikat yang mulia.[1] Semua makna lailatul qadar yang sudah disebutkan ini adalah benar. Keutamaan Lailatul Qadar
Pertama, lailatul qadar adalah malam yang penuh keberkahan (bertambahnya kebaikan). Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ , فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ
Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan: 3-4). Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadar: 1)
Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya,
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ , تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ , سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْر
Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadar: 3-5). Sebagaimana kata Abu Hurairah, malaikat akan turun pada malam lailatul qadar dengan jumlah tak terhingga.[2] Malaikat akan turun membawa kebaikan dan keberkahan sampai terbitnya waktu fajar.[3]
Kedua, lailatul qadar lebih baik dari 1000 bulan. An Nakho’i mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.”[4] Mujahid, Qotadah dan ulama lainnya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan adalah shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar.[5]
Ketiga, menghidupkan malam lailatul qadar dengan shalat akan mendapatkan pengampunan dosa. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[6]

Tanda Malam Lailatul Qadar

 Oleh : Muhammad Abduh Tuasikal
Segala puji  bagi Allah atas berbagai macam nikmat yang Allah berikan. Shalawat dan salam atas suri tauladan kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada keluarganya dan para pengikutnya.
Semua pasti telah mengetahui keutamaan malam Lailatul Qadar. Namun, kapan malam tersebut datang? Lalu adakah tanda-tanda dari malam tersebut? Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk mendapatkan malam yang keutamaannya lebih baik dari 1000 bulan.

Keutamaan Lailatul Qadar
Saudaraku, pada sepertiga terakhir dari bulan yang penuh berkah ini terdapat malam Lailatul Qadar, suatu malam yang dimuliakan oleh Allah melebihi malam-malam lainnya. Di antara kemuliaan malam tersebut adalah Allah mensifatinya dengan malam yang penuh keberkahan. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ (3) فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ (4)
“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan [44] : 3-4). Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1)
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadar [97] : 1)
Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya,
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadar [97] : 3-5)

Senin, 15 Agustus 2011

Introspeksi Diri Di Bulan Ramadhan

Shahabat yang mulia Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ
“Apabila datang Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu.”
Hadits di atas dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu dalam Shahih-nya kitab Ash-Shaum, bab Hal Yuqalu Ramadhan au Syahru Ramadhan no. 1898, 1899. Dikeluarkan pula dalam kitab Bad‘ul Khalqi, bab Shifatu Iblis wa Junuduhu no. 3277. Adapun Al-Imam Muslim rahimahullahu dalam Shahih-nya membawakannya dalam kitab Ash-Shaum, dan diberikan judul babnya oleh Al-Imam An-Nawawi, Fadhlu Syahri Ramadhan no. 2492.

Hukum Ikut Serta Dalam Parlemen

Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : Bagaimana hukum ikut serta dalam majelis umat (parlemen) dan majelis sejenis yang ada di negeri- negeri Islam yang kadang-kadang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan oleh Allah?

Jawaban.
Yang saya yakini, bahwa setiap negara yang tidak berhukum dengan hukum Allah secara jelas dan juga tidak mengamalkan hukum-hukum Allah tersebut, maka tidak boleh bagi seorang muslim ikut serta menjadi anggota pada majelis negara tersebut ataupun parlemennya.

Oleh karena itu saya berpendapat bahwa tidak ada manfaatnya bagi kaum muslimin untuk ikut serta dalam hukum yang tidak diturunkan oleh Allah, terutama untuk masa depan mereka yang panjang.

Karena dampak keikutsertaan ini tidak memberikan manfaat secara konkrit, karena biasanya kelompok kecil yang ingin menegakkan syariat ini suaranya hilang tertelan suara-suara kelompok lain yang pada akhirnya mereka tidak memperoleh apa- apa kecuali fitnah bagi diri mereka sendiri.

Minggu, 14 Agustus 2011

Bolehkah Memotong Rambut Dan Kuku Ketika Haid?

anya:
Assalammualaikum,
Ada yang bertanya pada saya, katanya seperti ini: “Kalau kita sedang boleh tidak memotong ataupun kuku?”
Bukan hanya satu dua orang tapi lebih dari itu. Saya ragu karena memang saya kurang faham, menurut saya tidak ada dalil melarang itu semua, tapi saya masih perlu penjelasan yg lebih akurat, agar mudah untuk saya menjawab dan menjelaskan semua pertanyaan-pertanyaan itu menurut syar’i yang benar, karena sayapun masih perlu banyak mendalami hal-hal yang seperti ini agar saya juga dapat mengamalkan untuk diri sendiri.  Syukron…wassalamu’alaikum.
(Rahma)

Hukum Wanita Memotong Rambut Dan Hukum Mengatur Rambut Dengan Mengikuti Mode

Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : Bagaimana hukum wanita memotong rambut?

Jawaban
Hukum memotong rambut bagi wanita tergantung bagaimana niatnya. Jika niatnya untuk menyerupai wanita-wanita kafir atau fasiq, maka tidak boleh. Tapi jika niatnya untuk menyenangkan suami atau untuk meringankan dirinya, menurut saya ini tidak terlarang. Dengan sayarat sesuai dengan hadits yang terdapat dalam Shahih Muslim, bahwa istri-istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu memotong rambut mereka hingga sepanjang kuping (tempat anting-anting) telinga.


[Disalin dari buku Majmu’ah Fatawa Al-Madina Al-Munawarah, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Albani, Penulis Muhammad Nashiruddin Al-Albani Hafidzahullah, Penerjemah Adni Kurniawan, Penerbit Pustaka At-Tauhid]

Macam-Macam Bid'ah Di Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan barakah dan penuh dengan keutamaan. Allah subhanahu wa ta’ala telah mensyariatkan dalam bulan tersebut berbagai macam amalan ibadah yang banyak agar manusia semakin mendekatkan diri kepada-Nya. Akan tetapi sebagian dari kaum muslimin berpaling dari keutamaan ini dan membuat cara-cara baru dalam beribadah. Mereka lupa firman Allah ta’ala, “Pada hari ini Aku telah menyempurnakan agama kalian.” (QS. Al-Maidah: 3). Mereka ingin melalaikan manusia dari ibadah yang disyariatkan. Mereka tidak merasa cukup dengan apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau ridhwanullahi ‘alaihim ajma’iin.

Oleh sebab itu pada tulisan ini kami mencoba mengangkat beberapa amalan bid’ah yang banyak dilakukan oleh kaum muslimin, yaitu amalan-amalan yang dilakukan akan tetapi tidak diajarkan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun para sahabat beliau, semoga dengan mengetahuinya kaum muslimin bisa meninggalkan perbuatan tersebut.

Kamis, 11 Agustus 2011

Jumlah Raka'at Sholat Tarawih

Sebenarnya dalam permalasalahan jumlah raka'at shalat tarawih tidak ada masalah sama sekali. Tidak ada masalah dengan 23 raka'at atau 11 raka'at. Semoga kita bisa semakin tercerahkan dengan tulisan berikut.
Shalat Tarawih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dari Abu Salamah bin ‘Abdirrahman, dia mengabarkan bahwa dia pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Bagaimana shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan?”. ‘Aisyah mengatakan,
مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah jumlah raka’at dalam shalat malam di bulan Ramadhan dan tidak pula dalam shalat lainnya lebih dari 11 raka’at.” (HR. Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738)
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau menuturkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami di bulan Ramadhan sebanyak 8 raka’at lalu beliau berwitir. Pada malam berikutnya, kami pun berkumpul di masjid sambil berharap beliau akan keluar. Kami terus menantikan beliau di situ hingga datang waktu fajar. Kemudian kami menemui beliau dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami menunggumu tadi malam, dengan harapan engkau akan shalat bersama kami.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sesungguhnya aku khawatir kalau akhirnya shalat tersebut menjadi wajib bagimu.” (HR. Ath Thabrani, Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa derajat hadits ini hasan. Lihat Shalat At Tarawih, hal. 21)
As Suyuthi mengatakan, “Telah ada beberapa hadits shahih dan juga hasan mengenai perintah untuk melaksanakan qiyamul lail di bulan Ramadhan dan ada pula dorongan untuk melakukannya tanpa dibatasi dengan jumlah raka’at tertentu. Dan tidak ada hadits shahih yang mengatakan bahwa jumlah raka’at tarawih yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 20 raka’at. Yang dilakukan oleh beliau adalah beliau shalat beberapa malam namun tidak disebutkan batasan jumlah raka’atnya. Kemudian beliau pada malam keempat tidak   melakukannya agar orang-orang tidak menyangka bahwa shalat tarawih adalah wajib.”

Senin, 20 Juni 2011

Memahami Arti Jihad


Tidak diragukan lagi bahwa jihad adalah amal kebaikan yang Allah syari’atkan dan menjadi sebab kokoh dan kemuliaan umat islam. Sebaliknya (mendapatkan kehinaan) bila umat Islam meninggalkan jihad di jalan Allah, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang shohih [1],
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
Dari Ibnu Umar beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian telah berjual beli ‘inah, mengambil ekor sapi dan ridho dengan pertanian serta meninggalkan jihad maka Allah akan menimpakan kalian kerendahan (kehinaan). Allah tidak mencabutnya dari kalian sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud)
Ibnu Taimiyah menyatakan, “Tidak diragukan lagi bahwa jihad melawan orang yang menyelisihi para rasul  dan mengarahkan pedang syariat kepada mereka serta melaksanakan kewajiban-kewajiban disebabkan pernyataan mereka untuk menolong para nabi dan rasul, dan untuk menjadi pelajaran berharga bagi yang mengambilnya sehingga dengan demikian orang-orang yang menyimpang menjadi kapok, termasuk amalan yang paling utama yang Allah perintahkan kepada kita untuk menjadikannya ibadah mendekatkan diri kepadaNya” [2].

Rabu, 15 Juni 2011

Mengambil Tauladan Dari Imam Ahmad Bin Hanbal


ahmadAl-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “Ahmad bin Hanbal adalah seorang tauladan dalam 8 hal: tauladan dalam bidang hadits, fiqih, bahasa arab, Al-Qur’an, kefakiran, zuhud, wara’ dan dalam berpegang teguh dengan sunnah Nabi shalallahu’alaihi wa sallam.
Kunyah dan Nama Lengkap beliau rahimahullah
Beliau adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdillah bin Hayyan bin Abdillah bin Anas bin ‘Auf bin Qosith bin Mazin bin Syaiban Adz Dzuhli Asy-Syaibani Al-Marwazi Al-Baghdadi.
Lahir pada bulan Rabi’ul Awal tahun 164 Hijriyah di kota Marwa. Beliau lebih dikenal dengan Ahmad bin Hanbal, disandarkan kepada kakeknya. Karena sosok kakeknya lebih dikenal daripada ayahnya. Ayahnya meninggal ketika beliau masih berusia 3 tahun. Kemudian sang ibu yang bernama Shafiyah binti Maimunah membawanya ke kota Baghdad. Ibunya benar-benar mengasuhnya dengan pendidikan yang sangat baik hingga beliau tumbuh menjadi seorang yang berakhlak mulia.

Senin, 23 Mei 2011

Menjadi Santri Di Usia Tua


Sebagai seorang hamba yang amat fakir dan sangat membutuhkan pertolongan-Nya kami takut tertimpa riya’, ujub atau bangga diri. Akan tetapi, sebagai hamba yang senantiasa diberi curahan nikmat oleh Alloh , limpahan rezeki-Nya, petunjuk dan hidayah-Nya, pertolongan dan belas kasih-Nya; maka kami akan ceritakan salah satu nikmat tersebut.
Impian yang indah adalah sebuah kenikmatan, lebih-lebih jika impian itu menjadi kenyataan. Sekitar empat tahun silam kami bercita-cita untuk tholabul ilmi (menuntut ilmu agama) dengan lebih intensif, yaitu dengan ‘mondok’ di sebuah pesantren. Sebenarnya jauh sebelumnya keinginan itu sudah ada, sebab kami menyadari betapa bodohnya diri ini terhadap dienulloh (agama Alloh) yang agung ini.
Kami (ana dan juga istri) dilahirkan bukan dari lingkungan yang agamis apalagi salafi. Masa muda kami habis untuk mempelajari pelajaran yang sekarang kurang kami rasakan manfaatnya, mulai dari SD hingga Perguruan Tinggi. Namun alhamdulillah, segala puji bagi Alloh, Robb semesta alam, Alloh berkehendak untuk memberi hidayah kepada kami. Kami mengenal salafi ketika kami sudah memiliki dua anak. Kami ikuti kajian salaf dari masjid ke masjid dan membaca buku-buku bernuansa Islami. Betapa kami telah menemukan keagungan dan keindahan Islam yang sempurna ini, dan kami merasa semakin bodoh dan fakir dalam ilmu dien ini. Terbayang dalam pikiran seandainya masa muda bisa kembali, kan ku pelajari semua ilmu dien ini.
Tapi, tiada yang perlu disesali. Ilmu bukanlah hak kaum muda saja, kami terus berusaha tholabul ilmi semampunya sambil mengurus keluarga. Impian untuk bisa intensif belajar agama seperti ketika mempelajari pelajaran umum di bangku sekolah dulu tidak bisa terhapus dalam benak ini. Tapi apa hendak di kata, anak sudah empat, dengan bekerja pagi-sore saja penghasilan pas-pasan untuk biaya pendidikan anak-anak. Bagaimana lagi jika mondok???
Do’a. Ya, do’a. Itulah senjata paling handal seorang muslim. Kami meminta kepada Dzat yang Mahakaya dan Maha Berkehendak. Setelah itu alhamdulillah, Alloh ilhamkan kepada kami sebuah ide bagus untuk merealisasikan impian kami itu. Apa gerangan?
Syirkah (persekutuan/kerjasama antara pemodal dengan pengelola). Kami mengajak dua orang semanhaj yang bercita-cita sama untuk membangun sebuah bisnis atau syirkah, yang nantinya bila sudah dapat dipetik hasilnya akan kami gunakan untuk membiayai secara bergantian salah satu keluarga di antara kami untuk mondok sekeluarga dengan biaya sepenuhnya oleh perusahaan tersebut.

Jumat, 13 Mei 2011

Nasehat Para Imam Madzhab


Melihat fenomena saat ini, timbul berbagai pemikiran dan pandangan tentang menentukan suatu masalah yang kadang-kadang tidak ada dasar hukumnya, baik secara individu maupun secara kolektif. Salah satu fenomena adalah saling bermusuhan atau saling menyerang antara satu pihak dengan pihak lain. Mereka lalai bahwa para As-salafus Shaleh (pendahulu) dan para imam dulu berada di atas puncak solidaritas dan kelapangan wawasan ilmu. Hal ini disebabkan sebagian kaum muslimin saat ini jauh dari Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Mereka senantiasa bersikap fanatisme kepada pendapat, pakar, tokoh, firqoh, tradisi, kelompok, organisasi, golongan, suku, budaya atau menisbatkan diri kepada sebutan tertentu, misalnya, Islam moderat, Islam reaksioner, Islam ekstrim, Islam tengah, Islam kanan, Islam kiri dan sebutan lain sebagainya, yang menyebabkan timbulnya kebingungan, kekeliruan, penyimpangan, anarkis, kekesatan, kemaksiatan, usaha untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah, bahkan sampai terjerumus kesyirikan. Dari semua hal itu akan muncul keinginan hawa nafsu dan sikap egois (menang sendiri), sempit wawasan, hedonis dan apatis
Ketahuilah sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
 "Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.." (QS. Yusuf : 53) firman Allah Ta'ala yang lain :
"Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui" (QS. Al-Jatsiyah : 18).
 Mereka yang masuk dalam golongan yang fanatik mewajibkan kaum muslimin dengan sesuatu yang tidak lazim untuk berbuat taklid. Bahkan mereka mempengaruhi kaum muslimin dengan penyimpangan-penyimpangan yang lain, seperti dalam ucapan mereka, " wajib untuk taklid terhadap salah satu mazhab (pendapat), tidak boleh lebih dari itu." . Pendakwaan yang jelek seperti ini telah mereka suguhkan kepada mayoritas kaum muslimin sehingga menyebabkan persatuan kaum muslimin menjadi pecah, kekuatan mereka menjadi lemah sehingga mereka menjadi mangsa, seperti makanan di dalam talam. Ini semua dilarang oleh Islam karena termasuk perilaku yang tidak terpuji. Racun fanatisme dengan berbagai bentuk dan jenisnya, semua itu dimurkai oleh Allah Subhana wa Ta'ala.:
"Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah ) menjadi beberapa golongan , tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka " (QS..Al-An'am : 159). Firman Allah Ta'ala yang lain :
 "Kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan, tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka " (QS. Ar-Rum :31-32).

Sabtu, 23 April 2011

Pemilu Dan Demostrasi Dalam Pandangan Islam

Oleh: Syaikh Sholeh bin Fauzan Al Fauzan –hafizhohullah-, Anggota Hai-ah Kibaril ‘Ulama di Saudi Arabia
Hukum Pemilu dan Demonstrasi
writing
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, dan seluruh sahabatnya. Wa ba’du:
Telah banyak yang menanyakan pada kami mengenai hukum pemilu dandemonstrasi, mengingat kedua perkara ini adalah perkara yang baru muncul saat ini dan diimpor dari non muslim. Mengenai hal ini –dengan taufik Allah- aku katakan:

Pertama: 
Adapun penjelasakan mengenai hukum pemilu terdapat beberapa rincian.
1. Apabila kaum muslimin sangat butuh untuk memilih pemimpin pusat (semacam dalam pemilihan khalifah atau kepala negara, pen), maka pemilihan ini disyari’atkan namun dengan syarat bahwa yang melakukan pemilihan adalah ahlul hilli wal ‘aqd (orang yang terpandang ilmunya, yakni kumpulan para ulama) dari umat ini sedangkan bagian umat yang lain hanya sekedar mengikuti hasil keputusan mereka. Sebagaimana hal ini pernah terjadi di tengah-tengah para sahabat radhiyallahu ‘anhum, ketika ahlul hilli wal ‘aqd di antara mereka memilih Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu (sebagai pengganti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan mereka pun membai’at beliau. Bai’at ahlul hilli wal ‘aqd kepada Abu Bakr inilah yang dianggap sebagai bai’at dari seluruh umat.
Begitu pula ‘Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu menyerahkan pemilihan imam sesudah beliau kepada enam orang sahabat, yang masih hidup di antara sepuluh orang sahabat yang dikabarkan masuk surga. Akhirnya pilihan mereka jatuh pada ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, kemudian mereka pun membai’at Utsman. Bai’at mereka ini dinilai sebagai bai’at dari seluruh umat.
2. Adapun untuk pengangkatan pemimpin di daerah (semacam dalam pemilihan gubernur, bupati, dan lurah, -pen), maka itu wewenang kepala negara (ulil amri), dengan mengangkat orang yang memiliki kapabilitas dan amanat serta bisa membantu pemimpin pusat untuk menjalankan roda pemerintahan. Sebagaimana hal ini terdapat dalam firman Allah Ta’ala (yang artinya),
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” (QS. An Nisa’: 58).
Ayat ini ditujukan kepada kepala negara. Yang dimaksud amanat dalam ayat di atas adalah kekuasaan dan jabatan dalam sebuah negara. Wewenang inilah yang Allah jadikan sebagai hak bagi kepala negara, kemudian kepala negara tersebut menunaikannya dengan cara memilih orang yang capable (memiliki kemampuan) dan amanat untuk menduduki jabatan tersebut. Hal ini sebagaimana dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para khulafaur rosyidin, dan para ulil amri kaum muslimin sesudahnya. Mereka semua memilih untuk menduduki berbagai jabatan orang yang layak untuk mendudukinya dan menjalankannya sebagaimana yang diharapkan.
Adapun pemilihan umum (pemilu) yang dikenal saat ini di berbagai negara, pemilihan semacam ini bukanlah bagian dari sistem Islam dalam menentukan memilih pimpinan. Cara semacam ini hanya akan menimbulkan kekacauan, ketamakan individu, pemihakan pada pihak-pihak tertentu, kerakusan, lalu terjadi pula musibah dan penumpahan darah. Di samping itu tujuan yang diinginkan pun tidak tercapai. Bahkan yang terjadi adalah tawar menawar dan jual beli kekuasaan, juga janji-janji/kampanye dusta.
demonstrasi
Kedua:
Adapun demontrasi, agama Islam sama sekali tidak menyetujuinya. Karena yang namanya demontrasi selalu menimbulkan kekacauan, menghilangkan rasa aman, menimbulkan korban jiwa dan harta, serta memandang remeh penguasa muslim. Sedangkan agama ini adalah agama yang terarur dan disiplin, juga selalu ingin menghilangkan bahaya.
Lebih parah lagi jika masjid dijadikan tempat bertolak menuju lokasi demontrasi dan pendudukan fasilitas-fasilitas publik, maka ini akan menambah kerusakan, melecehkan masjid, menghilangkan kemuliaan masjid, menakut-nakuti orang yang shalat dan berdzikir pada Allah di dalamnya. Padahal masjid dibangun untuk tempat berdzikir, beribadah pada Allah, dan mencari ketenangan.
Oleh karena itu, wajib bagi setiap muslim mengetahui perkara-perkara ini. Janganlah sampai kaum muslimin menyeleweng dari jalan yang benar karena mengikuti tradisi yang datang dari orang-orang kafir, mengikuti seruan sesat, sekedar mengikuti orang kafir dan orang-orang yang suka membuat keonaran. Semoga Allah memberi taufik pada kita semua dalam kebaikan. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, juga kepada keluarga serta sahabatnya.
Silakan lihat fatwa tersebut di sini:
http://www.sahab.net/forums/showthread.php?t=298362
***
Diterjemahkan oleh Muhammad Abduh Tuasikal
Pangukan, Sleman, 3 Rabi’ul Akhir 1430 H
Sumber Penukilan:

Kamis, 21 April 2011

Sholat Taubat Dan Kejujuran Ka'b Bin Malik Radhiyallohu 'Anhu


Memang manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Namun manusia yang terbaik bukanlah manusia yang tidak pernah melakukan dosa sama sekali, akan tetapi manusia yang terbaik adalah manusia yang ketika dia berbuat kesalahan dia langsung bertaubat kepada Alloh dengan sebenar-benar taubat. Bukan sekedar tobat sesaat yang diiringi niat hati untuk mengulang dosa kembali. Lalu bagaimanakah agar taubat seorang hamba itu diterima?

Sesungguhnya rahmat Alloh 'azzawajalla itu luas, Dia memberikan rahmat kepada umat ini dengan membuka padanya pintu taubat dan  taubat tidak akan terputus sampai ruh berada di kerongkongan atau sampai terbitnya matahari di sebelah barat. Dan dari rahmat-Nya pula Alloh 'azzawajalla mensyariatkan ibadah kepada umatnya  dengan sebaik-baik ibadah, bertawasul dengannnya hingga seorang hamba yang berdosa kepada RabbNya, mengharap diterima taubatnya. Salah satu ibadah tersebut adalah sholat taubat. Berikut beberapa  permasalahan yang berhubungan dengann sholat taubat dimaksud.

Senin, 18 April 2011

Antara Suci Lahir Dan Bathin

Pelajaran berharga lagi dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau rahimahullahberkata,
Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk menyucikan hati dan juga menyucikan badan. Kedua penyucian ini sama-sama diperintahkan dan diwajibkan oleh Allah. AllahTa’ala berfirman,
مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ
Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Maidah: 16)
فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ
Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (QS. At Taubah: 108)
إنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al Baqarah: 222)
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS. At Taubah: 103)
أُولَئِكَ الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka.” (QS. Al Maidah: 41)
إنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ
Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis.” (QS. At Taubah: 28)
إنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al Ahzab: 33)
Kita dapat perhatikan bahwa para ahli ibadah, perhatian mereka hanyalah pada penyucian badan saja. Mereka begitu semangat memperhatikan dan mengamalkannya. Namun sayangnya mereka meninggalkan penyucian batin yang diperintahkan baik yang wajib atau pun yang sunnah. Mereka hanya memahami penyucian hanyalah penyucian badan saja (secara lahiriyah).
Sebaliknya, kita perhatikan pada orang-orang tasawuf, perhatian mereka hanyalah pada penyucian jiwa. Mereka begitu semangat memperhatikan dan mengamalkannya. Mereka meninggalkan penyucian badan yang diperintahkan baik yang wajib atau pun yang sunnah.