Sejak tahun 1970-an pemerintah Republik Indonesia mendirikan sebuah wadah bagi ulama yang disebut dengan Majelis Ulama Indonesia atau MUI. Dimana MUI ini sebagai mitra pemerintah, tempat konsultasi agama untuk pemerintah, apabila pemerintah memerlukan fatwa, maka pemerintah meminta fatwa kepada MUI. Semestinya, kalau sudah sedemikian rupa MUI dibentuk maka MUI difungsikan sebagaimana mestinya. Tapi fatwa, tinggal fatwa, banyak fatwa yang tidak dilaksanakan.
Dari tahun 1980-an sejak Buya Hamka ditunjuk sebagai ketua MUI, para ulama memfatwakan natal bersama itu haram hukumnya, Tapi kenyataannya, pemerintah tetap saja di instansinya melaksanakan natal bersama. Kemudian MUI mengeluarkan fatwa bahwa sekularisme, pluralisme, liberalisme, ahmadiyah merupakan ajaran sesat dan bukan ajaran Islam. Bahkan, MUI merokemendasikan agar ajaran sesat itu dilarang, merokemendasikan Ahmadiyah itu dibubarkan. Namun, sampai saat ini Ahmadiyah masih bercokol di tanah air yang menyebabkan banyaknya kerusuhan seperti di Parung (Bogor), Lombok Barat (NTB), terakhir di Cikeusik. Melihat hal ini, Habib Rizieq Shihab pernah berseloroh sebaiknya, “ Saya punya saran buat pemerintah bukan buat ummat, sebaiknya MUI dibubarkan saja, ganti saja dengan MSI (Majelis Setan Indonesia)..”